Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. NEGARA INDONESIA DAN BEBERAPA MASALAH DIDALAMNYAPetir bukan sembarang petirPetir menyambar dirumah supir Terimaksih yang sudah mampir Jangan lupa membaca sampai akhir...!!!Diartikel saya kali ini akan membahas mengenai apa itu negara dan beberapa masalah didalamnya, dikutip dari laman wikipedia Negara adalah sebuah organisasi yang memiliki kekuasaan yang bersatu dan juga berdaulat dengan tata pemerintahan dan melaksanakan tata tertib atas orang-orang di daerah tertentu. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen. Syarat primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah,dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekunder dari negara adalah mendapat pengakuan dari negara sendiri telah merdeka dari tahun 1945, namun hingga saat ini masih banyak masalah masalah yang belum mampu terlesesaikan, contohnya saja kasus korupsi , banyak sekali kasus kasus korupsi yang tidak mendapat hukuman yang setimpal bahkan ada yang hanya dihukum tidak dengan semestinya. Jika kita menarik jauh ke belakang pernah ada kasus dimana seorang pegawai KPK yang sedang menangani suatu kasus diserang oleh orang tak dikenal dengan cara disiram air keras hingga cacat matanya tidak bisa seperti dulu apakah kita sebagai masyarakat biasa hanya bisa diam seolah olah kita bungkam dan menutup mata tentang apa yang sebenarnya terjadi?. Tentu tidak, kita sebagai masyarakat biasa juga bisa berpartisipasi ikut aktif melaporkan tentang praktik dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mungkin kita juga sudah mendengar tidak lama ini juga ada kasus uang bantuan corona dikorupsi dan itu tidak hanya sedikit bahkan melibatkan beberapa orang didalam lingkungan kementrian, wktu saat itu juga sempat ramai karena pelaku tidak dihukum yang setimpal. Selain masalah korupsi yang semakin mengakhawatirkan juga ada masalah lain yaitu kemiskinan. Kemiskinan ini seolah menjadi masalah yang selalu ada karena ini juga merupakan buntut panjang dari tidak adanya lapangan pekerjaan yang cukup atau mewadahi para pencari kerja dan orang orang yang baru lulus dari pendidikan. Tentu saja masalah penganguran ini juga harus bisa di tangani oleh pemerintah Indonesia atau pihak pihak tentang negar, saat ini Negara terluas di dunia adalah Rusia, sedangkan yang populasinya terbanyak adalah Tiongkok. Negara yang terbaru adalah Sudan Selatan yang baru memperoleh kemerdekaannya pada tahun 2011. Kalo dimasalah ekonomi mungkin saat ini china yang terbaik. Mereka mampu memanfaatkan berbagaik situasi dan kondisi. Seperti halnya saat ini pandemi sedang berlangsung mereka cepat cepat membuat vaksin yang kemuadian dijual belikan kepada pihak negara lain. Dan akhirnyapun mereka banyak menerima keuntungan dari hasil jual beli itu, menurut laman merdeka fungsi negara secara umum ada empat, yakni untuk melaksanakan ketertiban dan keamanan, fungsi kemakmuran dan kesejahteraan, fungsi pertahanan dan keamanan serta fungsi menegakkan keadilan. 1 2 3 Lihat Ilmu Sosbud SelengkapnyaA Latar Belakang Masalah. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. – Dalam bernegara, Indonesia hidup berdampingan dengan negara lain. Secara wilayah, Indonesia pun berbatasan secara langsung dengan negara-negara tetangga. Untuk wilayah darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara wilayah laut Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Filipina, Palau, India, Timor Leste, dan Australia. Di antara wilayah Indonesia dan negara-negara tetangga ini terdapat suatu kawasan yang disebut dengan daerah perbatasan merupakan daratan, laut dan udara di atasnya sepanjang perbatasan antara dua negara yang batas luas daerahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan persetujuan kedua negara. Baca juga Mendagri Minta Dukungan Penguatan Patok Perbatasan di Pulau Sebatik Masalah yang terjadi di daerah perbatasan Kondisi geografis yang berbatasan langsung dengan negara lain membuat beragam masalah terjadi di daerah perbatasan. Berbicara mengenai perbatasan, terdapat empat pihak yang terlibat, yakni pemerintah dua negara yang berbatasan dan rakyat dari dua negara yang tinggal di daerah perbatasan. Masalah-masalah yang masih terjadi di wilayah perbatasan di antaranya insfrastruktur pelayanan publik yang masih terbatas, rendahnya kualitas sumber daya manusia, sebaran penduduk yang tidak merata, ketergantungan masyarakat di perbatasan terhadap fasilitas publik dan kegiatan ekonomi di negara tetangga, dan sengketa tapal batas. Jika dikelompokkan berdasarkan isu, permasalahan-permasalah perbatasan di Indonesia ini terdiri dari isu batas teritorial yang belum disepakati di beberapa tapal batas dengan negara tetangga; isu keamanan dan kedaualatan nasional, seperti kejahatan lintas batas dan terorganisir, seperti penyelundupan, perdagangan ilegal dan garis batas yang kabur; isu lingkungan. Misalnya kerusakan ekologi dan eksploitasi sumber daya yang berlebihan, baik bersifat legal maupun ilegal; isu kemiskinan, keterbelakangan, serta keterbatasan sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang dialami warga Indonesia di perbatasan; isu koordinasi dan implementasi kebijakan yang tidak sesuai akibat jarak antara pemerintah daerah dan lokal yang berjauhan; isu kependudukan dan perubahan sosial, di antaranya migrasi lintas batas yang bersifat legal maupun ilegal; dan isu patriotisme dan ketahanan nasional, seperti penduduk perbatasan yang merasa dianaktirikan pemerintah. Pengembangan wilayah perbatasan Salah satu upaya untuk mengatasi masalah-masalah perbatasan adalah dengan melakukan pengembangan di wilayah tersebut. Setidaknya, ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan, yakni pendekatan kesejahteraan, pendekat kerja sama, pendekatan keamanan, dan pendekatan daya saing wilayah. Pendekatan kesejahteraan Pada dasarnya, pendekatan kesejahteraan merupakan usaha yang dilakukan dengan memperhatikan pengembangan perekonomian di wiayah perbatasan. Adanya pendekatan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan negara, serta mempercepat pembangunan untuk mengejar ketertinggalan. Dengan begitu, kesejahteraan dan ketahanan ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan akan terwujud. Baca juga Menteri Desa PDTT Gerakan Bangga Rupiah Harus Digaungkan Apalagi di Daerah Perbatasan Pendekatan kerja sama Upaya selanjutnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan negara lain. Salah satunya Kerja Sama Ekonomi Sub Regional KESR.KESR merupakan forum kerja sama ekonomi antarwilayah lintas negara yang berdekatan secara geografis. Tujuan utama keikutsertaan Indonesia dalam kerja sama sub regional, yaitu untuk menciptakan perdagangan di wilayah perbatasan guna mengangkat perkembangan sosial ekonomi wilayah tersebut. Dalam jangka panjang, wilayah perbatasan yang potensial diharapkan mampu mengubah perekonomian yang awalnya hanya mengandalkan sumber daya menjadi pemrosesan tingkat tinggi dan aktivitas yang berdasarkan nonsumber daya. Beberapa kerja sama yang termasuk dalam KESR di antaranya Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle IMT-GT dan Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growht Area BIMP-EAGA. Pendekatan keamanan Keamanan kawasan perbatasan merupakan bagian penting dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendekatan ini melihat bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan startegis dari aspek pertahanan keamanan negara sehingga perlu diciptakan iklim yang kondusif. Pembangunan pos pengawasan lintas batas untuk mengawasi orang maupun barang di wilayah perbatasan merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga aset yang berada di wilayah terdepan Indonesia. Pendekatan daya saing wilayah Pengembangan wilayah perbatasan juga dapat dilakukan melalui pendekatan daya saing wilayah. Pendekatan ini fokus pada pengembangan potensi wilayah perbatasan sehingga bisa bersaing dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Untuk meningkatkan daya saing wilayah, pemerintah terlebih dulu perlu melakukan pengembangan lingkungan bisnis serta birokrasi yang mendukung di wilayah perbatasan. Hal ini dikarenakan di kawasan perbatasan, dunia bisnis belum terlalu kuat karena sebagian besar dikuasai pihak luar. Referensi Hasyim, Abdul Wahid dan Aris Subagiyo. 2017. Pengelolaan Wilayah Perbatasan. Malang UB Press. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Intidasar perlunya etika administrasi negara adalah agar administrator publik dapat mempertanggungjawabkan cara kerjanya berdasarkan pada nilai-nilai dalam masyarakat demokratis. (multifacet), maka untuk mengobati 'penyakit' birokrasi ini perlu diidentifikasi apa saja faktor-faktor yang menjadi akar penyebabnya. Dengan mengenal sumber
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. MEMAHAMI KERUSAKAN LINGKUNGAN DI NEGARA BERKEMBANG DENGAN PRESPEKTIF TEORI MARX Jikalau dulu Marx tidak habis-habisan mengkritik kaum kapitalis yang mengekspolitasi kaum buruh, mungkin budaya kapitalis akan tumbuh subur di kebanyakan negara dunia ketiga ketika era modernisasi ini menghunus pemikiran-pemikiran kritis yang sadar akan lingkungan. Tidak ada maksud sama sekali untuk menyamakan orang yang peduli dengan lingkungan sebagai pengikut Marx. Tetapi hal yang menarik yang perlu kita lihat adalah suatu fenomena yang tanpa kita sadari secara langsung maupun tidak, kapitalisme telah menjadi bibit-bibit kecil yang mengantarkan pemikiran manusia yang menjelma menjadi perilaku perusak. Perilaku orang-orang berkuasa yang haus akan kekayaan dan kekuasaan akan terus mempertahankan apa yang dia punya dengan cara apapun. Perilaku-perilaku seperti inilah yang menyebabkan terjadinya ekspolitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang merupakan faktor produksi secara ekonomi dan kemudian menyebabkan terjadinya kerusakan pada lingkungan. Pemikiran-pemikiran kritis kemudian muncul sebagai usaha untuk menyelamatkan lingkungan. A. Pendahuluan “Kami punya banyak alasan untuk membatalkan kontrak-kontrak tambang itu. Seandainya perusahaan-perusahaan pertambangan itu menggugat kami untuk membayar kompensasi, itu lebih murah daripada harus membayar kerugian negara dan kehancuran lingkungan hidup.” Pernyataan tegas di atas disampaikan Presiden Kostarika pada bulan Juli 2002, dalam sebuah deklarasi damai terhadap alam dan lingkungan. Presiden Abel Pacheco, berani membuat keputusan untuk melarang praktik pertambangan terbuka walaupun tengah menghadapi gelombang ancaman dari pelaku pertambangan internasional yang akan menggugat pemerintah Kostarika ke pengadilan arbitrase internasional. Namun, keteguhan akan sebuah masa depan bangsa yang lebih baik, tidak menyurutkan langkah Presiden Abel Pacheco untuk kukuh menolak praktik pertambangan terbuka di Kostarika. Keunggulan dan kemenangan kapitalisme memang sangat mengesankan. Lebih dari dua abad setelah terbitnya buku The Wealth of Nation karya mahaguru kapitalisme Adam Smith, sistem ekonomi kapitalistik berhasil mengalahkan semua pesaingnya dari ideologi lain. Pada akhir Perang Dunia II, hanya dua kawasan bumi yang tidak komunis, otoriter, atau sosialis, yakni Amerika Utara dan Swis. Kini selain kita menyaksikan negara-negara komunis rontok satu demi satu, hampir tak ada satupun negara yang saat ini bebas dari Coca-cola, McDonald, KFC dan Levis, lambang supremasi corporate capitalism yang menguasai sistem ekonomi abad 21. Namun demikian, setelah kapitalisme memonopoli hampir seluruh sistem ekonomi, kini semakin banyak yang menggugat apakah sistem yang didasari persaingan pasar bebas ini mampu menjawab berbagai permasalahan nasional maupun global. Sejarah juga menunjukkan bahwa kapitalisme bukanlah piranti paripurna yang tanpa masalah. Selain gagasan itu sering menyesatkan, terdapat banyak agenda pembangunan yang tidak mengalir jernih dalam arus sungai kapitalisme. Masalah seperti perusakan lingkungan, meningkatnya kemiskinan, melebarnya kesenjangan sosial, meroketnya pengangguran, dan merebaknya pelanggaran HAM serta berbagai masalah degradasi moral lainnya ditengarai sebagai dampak langsung maupun tidak langsung dari beroperasinya sistem ekonomi kapitalistik. Sekurangnya ada dua argumentasi yang melandasi anggapan tentang masalah lingkungan hidup tertanam di dalam kapitalisme. Pertama, dengan berbasis kompetisi, sebagai karakter utama sistem ini adalah perlombaan produksi komoditas semurah mungkin, di mana sumber daya alam disubordinasikan ke dalam logika ini. Tidak heran eksploitasi dan karenanya destruksi terhadap alam dan juga buruh menjadi keharusan. Karakter kedua dari sistem ini adalah keharusan akumulasi tanpa batas melalui ekspansi spasial yang progresif. Korporasi-korporasi transnasional bergerak leluasa melintasi tembok-tembok negara untuk mengonversi permukaan bumi untuk industri ekstraktif. Pada masa lalu, praktiknya melalui kolonialisme, dan dalam 40 tahun terakhir, berlangsung di bawah rubrik neoliberalisme. Bukan saja sebagai class project’, tetapi juga sebagai ecology project , seperti disebut ahli geografi Jasson W Moore Ecology & the Accumulation of Capital, neoliberalisme mempercepat perusakan lingkungan dengan dampak multi-skalar, dari lokal ke global. China merupakan contoh terang. Pertumbuhan luar biasa setelah menerapkan ekonomi pasar, dicapai berkat ongkos produksi rendah, melalui eksploitasi buruh murah yang melimpah ruah dan mengabaikan lingkungan hidup. Sejumlah pengamat memprediksi, dengan terus mempertahankan model pertumbuhan ekonomi tidak berkelanjutan seperti sekarang, dalam waktu tidak lama China bakal terperangkap krisis energi, kemerosotan drastis produksi bahan pangan, dan bencana alam Prespektif Marxis Tentang Kerusakan Lingkungan di Negara Berkembang Dua aspek dari teori Marxis yang paling relevan untuk memahami dan melakukan aksi atas isu-isu tentang ekologi serta lingkungan adalah materialism dialektik dan teori akumulasi. Materialisme dialektik, sebagai filsafat, menjadi ada dan menyadari relevansinya dengan diskusi ekologi karena implikasinya pada cara kita memahami alam. Kini sudah menjadi pemahaman umum di kalangan ekologis profesional bahwa alam tidaklah statis, bukan sesuatu yang selalu sama, sekalipun tanpa gangguan manusia. Dengan ukuran komunitasnya maupun dengan ukuran biosfernya, alam tidak berada dalam keseimbangan” , tidak juga berada dalam “keadaan terbaik”-nya. Kita tahu tidak ada kekuatan apapun yang dapat memastikan kesetimbangan stabil dari jumlah populasi ataupun komposisi spesies dari komunitas-komunitas. Jadi pernyataan tentang keseimbangan dan keselarasan bersifat idealis dan ideologis. “Keseimbangan alam” dinyatakan sebagai analog dari “tangan yang tak terlihat” dalam ekonomi—di mana persaingan di antara kekuatan-kekuatan yang berbeda dianggap akan meleburkan dirinya dalam sistem yang seimbang dan stabil. Aspek khusus lain yang relevan dari Marxisme adalah teori akumulasi, yang menjelaskan bahwa syarat pertumbuhan kapitalisme dihasilkan dari upaya kekuatan-kekuatan perusahaan dalam menghadapi tekanan-tekanan kompetisi di antara mereka, sehingga memaksa mereka memotong biaya dan mengakumulasikan modal sebagai cara untuk bertahan hidup. Teori tersebut menjelaskan kebutuhan kekuatan-kekuatan kapitalis yang berkompetisi untuk mengeksternalkan sebanyak mungkin biaya produksi menjadi beban masyarakat dalam jumlah besar, termasuk biaya “cuci tangan”—berupa insentif tetap bagi aktivitas produksi dan konsumsi yang menghasilkan banyak limbah; dan ekspansi internasional kekuatan kapitalis ketika mereka mencari pasar baru, sumber daya baru dan, lebih banyak lagi tempat baru untuk membuang limbahnya. Sehingga, terdapat konflik mendasar antara kapitalisme dan rasionalitas ekologis. Seperti yang dikatakan oleh Paul Sweezy, bahwa catatan buruk di bidang lingkungan kapitalisme disebabkan oleh sifat bawaannya yang mengusung proses akumulasi modal yang tak terkendali. Sistem tersebut tak memiliki mekanisme pengerem/pengendali selain krisis ekonomi berkala; satuan-satuan individual yang menyusunnya—modal yang terpisah-pisah— harus tanggap terhadap peluang-peluang meraup keuntungan dalam jangka pendek, atau tersingkir; tak ada bagian dalam sistem itu yang membuka diri atau sesuai dengan suatu perencanaan jangka panjang yang mutlak sangat penting bagi pelaksanaan sebuah program ekologi yang efektif Sistem kapitalis internasional dipercayai oleh para marxis tidak akan menghasilkan distribusi yang merata. Negara-negara sedang berkembang itu miskin karena sejarah menempatkan mereka pada posisi subordinate dan kondisi ini bertahan terus sejauh mereka menjadi bagian dari sistem kapitalis internasional itu. Sistem pasar internasional pada dasarnya ada di bawah kendali dari negara-negara berkembang dan karena itu cara kerjanya menimbulkan kerusakan pada negara sedang berkembang. Atau secara kasar dikatakan bahwa operasi pasar internasional memungkinkan negara berkembang untuk mengeksploitasi kekayaan ekonomi dari negara yang sedang berkembang. Perdagangan antara negara berkembang Utara dan negara sedang berkembang Selatan adalah hubungan tukar- menukar yang tidak setara karena pasar internasional yang ada di bawah kontrol negara-negara maju saat ini menyebabkan merosotnya harga bahan mentah yang dihasilkan oleh negara-negara Selatan dan meningkatnya harga produk industri yang dihasilkan oleh negara-negara Utara. Yang disebut terms of trade ini memang merugikan negara Selatan. Lebih parahnya, perdagangan internasional justru mendorong negara-negara Selatan untuk memusatkan diri pada bentuk produksi yang terbelakang yang sulit akan mendorong terjadinya pembangunan. Investasi asing semakin menimbulkan hambatan dan distorsi bagi negara- negara Selatan. Mereka memegang kontrol atas industri lokal yang paling dinamis dan mengeruk surplus ekonomi dari sektor ini dengan cara repatriasi keuntungan, royalty fees, maupun lisensi-lisensi. Menurut teori marxis, jelas terjadi aliran modal ke luar dari Selatan ke Utara. Tambah lagi, investasi asing dapat menimbulkan pengangguran karena mereka mendirikan pabrik- pabrik yang padat modal. Akibatnya, terjadilah distribusi pendapatan yang semakin tidak merata, menggusur modal lokal dan pengusaha lokal. Akibat yang tidak kalah menakutkan adalah terjadinya produksi yang berorientasi untuk ekspor saja dan karena itu dihasilkan pola konsumsi yang tidak aneh. Teori marxis mengkritik sistem keuangan internasional. Perdagangan dan investasi mencabut modal dari Selatan dan memaksa negara-negara Selatan meminjam dari institusi keuangan Utara, baik swasta maupun publik. Namun, debt service dan pembayaran utang mengakibatkan terkurasnya kekayaan mereka. Bantuan asing ternyata tidak membantu sebagaimana sering diyakini. Bantuan asing malah memperparah distorsi pembangunan negara-negara Dunia Ketiga yang diperintahkan untuk menggalakkan investasi asing dan perdagangan internasional. Akibatnya, tujuan pembangunan sejati terlupakan, yaitu kesejahteraan seluruh bangsa. Teori marxis menunjukkan bahwa dalam kerangka sistem perdagangan internasional ini, di tiap-tiap negara berkembang muncullah kelas yang menjadi “client” dari negara berkembang. Elite lokal yang demi kepentingan diri mereka sendiri ingin melanggengkan kekuasaan mereka dengan senang hati bekerja sama dengan elite kapitalis internasional. Kerja sama seperti ini yang melanggengkan sistem kapitalis internasional. Ada teori lain yang juga mengkritik teori liberal. Seperti halnya teori marxis, teori strukturalis berpendapat bahwa struktur pasar internasional melanggengkan keterbelakangan dan ketergantungan, dan pada akhirnya mendorong ketergantungan negara sedang berkembang kepada negara berkembang. Sebagai seorang strukturalis, Gunnar Myrdal mengatakan bahwa pasar cenderung untuk menyukai kelompok orang atau negara yang telah memiliki sumber kekayaan. Sebaliknya, ia akan mengempaskan yang belum berkembang. Perdagangan internasional yang tidak beraturan dan juga gerakan modal yang bebas akan memperparah ketimpangan internasional. Pasar internasional yang berat sebelah seperti ini, menurut kelompok strukturalis, bertumpu pada ketimpangan yang ada dalam perdagangan internasional. Perdagangan tidak bekerja sebagai mesin pertumbuhan, tetapi malah memperlebar jurang antara negara berkembang dan negara sedang berkembang. Pertama, ini terjadi karena terms of trade yang merosot terhadap negara sedang berkembang. Permintaan akan ekspor produk primer yang berasal dari negara berkembang tidaklah elastik, kecuali itu kompetisi pasar internasional menyebabkan harga dari produk-produk itu semakin murah. Kedua, struktur monopoli negara-negara berkembang dan meningkatnya permintaan akan barang-barang jadi menyebabkan naiknya harga produk industri dari negara berkembang. Jadi, dalam kondisi pasar yang normal, perdagangan internasional sebenarnya memindahkan pendapatan dari negara sedang berkembang Selatan ke negara berkembang Utara. Perdagangan internasional, menurut kelompok strukturalis, membawa efek negatif terhadap pembangunan sebuah negara. Spesialisasi yang dijalankan oleh negara-negara berkembang pada ekspor barang-barang yang sudah ketinggalan tidak dapat mendorong perekonomian negara itu. Ini bertentangan dengan pendapat teoretisi liberal, tentu saja. Sebaliknya, perdagangan menciptakan sektor ekspor yang advanced yang hanya kecil atau malah tidak menimbulkan efek pada ekonomi. Dengan kata lain, perdagangan menimbulkan dual economy dalam sebuah negara, sektor yang diperuntukkan ekspor yang sudah maju dan ekonomi pada umumnya yang belum maju. Penanaman modal asing juga melahirkan situasi berat sebelah. Investor asing pada dasarnya menjauhi negara sedang berkembang. Kalau toh mereka datang ke negara berkembang, mereka hanya mengarahkan diri pada sektor ekspor, dan karena itu makin memperparah dual economy dan efek negatif dari perdagangan. Tambah lagi, investasi asing dapat mendorong mengalirnya keuntungan ke negara majuC. KesimpulanPermasalahan- permasalahan ekologi adalah masalah politis dalam makna bahwa masalah-masalah tersebut dihasilkan atau sangat dipengaruhi oleh kesenjangan- kesenjangan kontrol atas sumber daya dan kekuatan politik di antara kelompok-kelompok dan bangsa-bangsa;Ekologi tidak dapat menjadi program politik itu sendiri, melainkan harus menjadi bagian dari analisa dan program yang lebih luas;Perlu memehami kapitalisme, dan khususnya dinamika akumulasi modal, agar mengerti mengapa kerusakan lingkungan terjadi dan akan terus berlanjut dalam dunia yang kapitalistik;Oleh karena mobilitas dan ekspansi modal, serta melemahnya negara-bangsa, maka perlu mengkoordinasikan strategi secara internasional. Pustaka Andre Gorz, Ecology as Politics Boston South End Press, 1980. Arthur MacEwan, Why Are We Still Socialist and Marxist After All This? Dalam Socialist Register 1990, editor oleh Ralph Miliband dan Leo Panitch London Merlin Press, 1990. Barry Commoner, Ecosphere vs Technosphere Ending the War Against Earth, The Nation, 30 April 1990. Edi Suharto, PhD, Globalisasi, Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan Mengkaji Peran Negara dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Edi Suharto, PhD, Globalisasi, Kapitalisme dan Negara Kesejahteraan Mengkaji Peran Negara dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Gagasan tersebut disajikan dan dikaji oleh Richard Lewontin dalam esainya yang tidak dipublikasikan pada tahun 1989 Dialectics of Nature. Analogi “tangan yang tak terlihat” dibuat untuk saya oleh seorang ekologis, Douglas Bucher. James O’Connor, Zeta, Juni 1989, halaman 32. Konsep dan istilah tersebut terdapat dalam esai Richard Levins yang tidak dipublikasikan Toward a Gentle, Thought-Intensive Technology, 1985. Lihat, misalnya, John Vandermeer, A Struggle on Two Fronts the Greening of Nicaragua, Green Letter, Spring, 1990. Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga edisi kedelapan, Jakarta Penerbit Erlangga, 2003, hal. 262 – 268 Michael Redclitt, Turning Nightmares into Dreams the Green Movement in Eastern Europe, The Ecologist, September-Oktober, 1989, halaman 178. Michael Redclitt, Turning Nightmares into Dreams, halaman 182. Paul Sweezy, Socialism and Ecology, Monthly Review, September 1989, halaman 2. Paul Sweezy, Socialism and Ecology, Monthly Review, September 1989; Paul Sweezy dan Harry Magdoff, Capitalism and The Environment, Monthly Review, Juni 1989. Richard Levins dan Richard Lewontin, editor, The Dialectical Biologist Cambridge Harvard University Press, 1985. Suwarno dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Jakarat Pustaka LP3ES Indonesia, 1994, hal. 240-242 Suwarno dan Alvin Y. So, Perubahan Sosial dan Pembangunan, Jakarat Pustaka LP3ES Indonesia, 1994, hal. 92 Lihat Politik Selengkapnya
. 442 44 21 94 487 489 189 444